9 Mar 2010

BADAI MATAHARI BERBAHAYAKAH?

Masyarakat diminta tetap tenang sehubungan dengan prediksi munculnya badai matahari pada tahun 2012-2015, karena tidak akan mengancam keselamatan manusia melainkan lebih berdampak langsung pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio.

"Hasil pengamatan Lapan, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan peradaban dunia, karena efeknya langsung dirasakan pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio," kata Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan mangnet Antariksa Lapan, Clara Yono Yatini, di Kampus Pasca Sarjana Unud di jalan Sudirman, Denpasar, Senin (9/3/2010).

Masyarakat diminta bersikap wajar dan tidak panik menyikapi datangnya badai matahari, karena memang dampaknya lebih dirasakan pada sistem komunikasi.

"Semua belahan dunia pasti akan kena dampaknya dari aktivitas matahari ini, hanya intensitasnya berbeda satu sama lain, daerah dengan lintang tinggi tentunya intensitasnya lebih besar dibanding daerah dengan lintang rendah seperti Indonesia," terangnya.

Juga badai matahari ini sulit diprediksikan akan terjadi di daerah mana saja, namun daerah-daerah seperti di Kutub akan mengalami dampak lebih besar dibanding daerah lainnya.

Untuk itu pengetahuan tentang dampak aktivitas matahari perlu disebarkan kepada masyarakat luas sehingga bisa diambil langkah antisipasi yang tepat atas dampak yang kemungkinan ditimbulkan akibat fenomena cuaca antariksa 2012 hingga 2015 tersebut.

Dikatakannya, aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel, plasma berenergi tinggi dan radiasi gelombang elektromagnetik. Matahari lanjut dia, sebenarnya memiliki siklus atau tidak diam.

"Ledakan-ledakan matahari bisa sampai ke bumi. Selain itu matahari punya berbagai aktivitas seperti medan magnet, bintik matahari, flare (ledakan matahari), lontaran massa korona, angin surya dan partikel magnetik.

"Lapan telah memperkirakan puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012 hingga 2015, Pada puncak siklus itu aktivitas matahari akan tinggi dan terjadi badai matahari," papar alumnus Astronomi ITB 1989 ini.

Dampak adanya badai matahari ujar Clara, memang tidak membahayakan bagi manusia secara langsung namun dampak dirasakan terasa pada teknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio.

"Satelit dapat kehilangan kendali dan komunikasi radio akan terputus," katanya menegaskan.

Karenanya pihak-pihak yang menggunakan sarana teknologi informasi itu baik pemerintahan, kepolisian, militer dan lembaga-lembaga lainnya agar menyiapkan diri mengantisipasi dampak buruk tersebut. Disinggung seberapa besar volume partikel berenergi tinggi atau ledakan yang terjadi, Clara menyatakan belum bisa dipastikan terkait berapa lama dan kapan terjadinya.

"Yang bisa saya katakan di sini, badai matahari terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam, sangat variatif dan tidak bisa dipastikan kapan hanya bisa diprediksikan pada tahun 2012 hingga 2013," paparnya.

Di beberapa belahan dunia siklus matahari 11 tahunan itu dan kini matahari tengah berada di siklus ke-24, pernah menimbulkan dampak serius terhadap sistem jaringan listri seperti terjadi di Kanada dan Jepang pada tahun 1989 dan di Swedia pada tahun 2003 lalu.

Selain berdampak pada peralatan dan sistem komunikasi, badai matahari kata dia juga berkontribusi terhadap perubahan iklim sebab jika terjadi peningkatan aktivitas matahari maka mengakibatkan matahari akan memanas.

"Suhu bumi akan meningkat tajam dan iklim berubah. Dampak ekstrimnya akan menyebabkan kemarau panjang namun hal ini masih dalam kajian para peneliti," imbuhnya.

Dipihak lain diakui alumnus Astronomi Tohoko Umiversity Jepang ini, munculnya badai matahari ini sempat dikaitkan dengan isu kiamat 2102 seperti diramal suku Maya dan tayangan film fiksi 2012.

"Tidak benar akan terjadi kiamat seperti film 2012. Film itu sepertinya ilmiah namun sebenarnya hanya hiburan saja," tambahnya.

Masalah badai matahari ini menjadi salah satu isu bahasan dalam pertemuan International Symposium on South East Asia Pacific Environment Problem adan Satelite Remote Sensing di kampus Unud yang berlangsung selama dua hari dan dihadiri sekitar 150 peserta. Simposium digelar oleh Center for Remote Sensing dan Ocean Sciences (Cresos) dihadiri dari kalangan perguruan tinggi dalam negeri dan luar negeri seperti Jepang dan Rusia, BPPT dan institusi lain.

Sumber: Okezone.com

Tidak ada komentar: