27 Agu 2009

BIOTEKNOLOGI ANGGREK DENGAN KULTUR JARINGAN

Oleh: Nurheti Yuliarti

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya secara aseptis (suci hama) di dalam atau diatas suatu medium budidaya sehingga bagian bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan dua ahli biologi dari jerman, MJ schleiden dan schwan . Secara implicit teori tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom dan mempunyai totipotensi. Sel bersifat autonom artinya dapat mengatur rumah tangganya sendiri, disini yang dimaksud adalah dapat melakukan metabolism, tumbuh dan berkambang secara independen jika diisolasi dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari sel tumbuhan (baik sel somatik/vegetatif maupun sel gametik) untuk beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap kembali.

Salah satu pembeda sel tumbuhan dengan sel hewan adalah adanya dinding sel pada sel tumbuhan. Dinding sel tumbuhan selain berfungsi memberi bentuk pada sel juga sebagai barier mekanik yang mengisolasi sel sel dengan lingkungan luarnya. Pada kenyataannya sel satu dengan lainnya yangmenyusun jaringan, meskipun secara fisik dibatasi oleh membrane plasma dan dinding sel, tidak terisolasi dan masih dapat berhubungan lewat pasmodesmata(symplast). Implikasi dari kenyataan tersebut adalah adanya kontinuitas sitoplasmatik, atau dengan kata lain informasi genetic yang terdapat dan berawal dari zygot tentulah tersebar ke seluruh tersebar ke seluruh sel sel penyusun tubuh tumbuhan. Sel tumbuhan dengan demikian haruslah mengandung seluruh informasi yang diperlukan untuk tumbuhan berkembang dan berkembang biak, sel demikian disebut totipoten.

Istilah ekplan digunakan untuk menyebutkan bagian kecil dari tanaman (sel, jaringan atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur. Eksplan yang digunakan didalam kultur jaringan harus yang masih muda (promordia), sel selnya masih bersifat meristematis dan sudah mengalami proses deferensasi. Sel sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dan lain sebagainya adalah bentuk bentuk sel yang sudah mengalami deferensiasi. Pada primordial daun misalnya, sel sel yang sudah mengalami deferensiasi tersebut hanya perlu membelah satu atau dua kali saja kemudian berhenti (dorman, berada di G1 dari interfase pada siklus sel pada waktu yang lama) selanjutnya akan membentang. Pembelahan sel selnya juga sudah di program untuk menghasilkan sel yang sama misalnya, sel sel mesofil hanya akan membelah dan menghasilkan sel mesofil juga.

Dengan cara mengisolasi dari tanaman induknya dan menumbuhkan di dalam atau diatas media kultur, sel sel pada eksplan yang tadinya dorman, dihadapkan pada kondisi stres. Kondisi ini akan mengubah pola metabolisme, sel akan memulai siklusnya yang baru ,selanjutnya akan tumbuh dan berkembang di dalam kultur. Respon yang terlihat pertamakali yaitu terbentuknya jaringan penutup luka, sel selnya terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel yang tidak terorganisir atau disebut dengan kalus. Pembelahan sel sel yang tidak terkendali disebabkan karena sel sel tumbuhan, yang secara normal bersifat autotrof dikondisikan menjadi hiterotrof dengan cara memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam media kultur. Sel sel kalus ini berbeda dengan sel sel eksplannya, sel sel menjadi tidak terdeferensiasi, proses ini disebut dedeferensiasi (kembali ke keadaan tidak terdeferensiasi).

Pada proses dedeferensiasi sel sel pada eksplan, yang tadinya dalam keadaan dorman, diinduksi untuk kembali aktif melakukan pembelahan. Induksi dedeferensiasi dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin ke dalam media kultur, auksin sintetik yang umum digunakan adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dengan konsentrasi maksimum 2 mg/l. Sel sel akan terus membelah selama dipelihara dalam medium induksi. Zat zat pengatur tumbuh diatas diketahui berfungsi sebagai mutagenic agent . Sel sel yang terlalu lama dipelihara di dalam medium induksi akan mengalami mutasi , tetapi tidak kehilangan sifat totipotensinya.
Laju pertumbuhan sel, jaringan dan organ tanaman di dalam kultur akan menurun setelah periode waktu tertentu, umumnya segera terlihat dengan adanya gejala kematian sel atau nekrosis pada eksplan. Hal ini disebabkan karena menyusutnya kadar nutrient medium dan terbentuknya senyawa senyawa racun yang dilepaskan oleh eksplan di sekitar medium. Untuk itu harus segera dilakukan sub kultur yaitu pemindahan sel sel , jaringan atau organ ke dalam medium baru. Tujuan dilakukannnya sub kultur adalah untuk mempertahankan laju pertumbuhan sel sel tetap konstan dan untuk defereniasi kalus. Medium yang digunakan dapat sama atau berbeda dengan medium semula.

Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya metamorfogenesis yaitu proses terbentuknya organ organ baru (de novo) yang kemudian akan tumbuh menjadi tanaman utuh. Tanaman regenaras yang dihasilkan dengan kultur jaringan disebut dengan platelet, pembentukan platelet terjadi dengan dua proses yang berbeda:
• Organogenesis yaitu deferensiasi meristem unipolar, memnghasilkan ujung tunas (shoot tip) yang akan menjadi tunas(caulogenesis) atau ujung akar(root tip) yang akan menjadi akar(rhizogenesis). Pada proses organogenesis diperlukan 2 tahap induksi, masing masing menggunakan medium dengan zat pengatur tumbuh yang berbeda. Tahap pertama biasanya adalah induksi pembentukan tunas,proses caulogenesis diinduksi dengan mengunakan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin ke dalam media kultur. Tahap yang kedua adalah induksi pembentukan akar, proses rhizogenesis ini dikerjakan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh golongan auksin
• Embriogenesis somatic merupakan suatu proses deferensiasi meristem bipolar yang berupa bakal tunas dan akar, dua meristem diperlukan untuk pertumbuhan tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Pertumbuhan dan perkembangan embrionya berlangsung secara bertahap melalui proses yang identik dengan proses embryogenesis zygotik, pada tanaman dikotil, yaitu dengan terbentuknya struktur bipolar melalui tahapan bulat (globular), jantung (heart stage), torpedo, dan akhirnya berkecambah menjadi platelet
Morfogenesis in vitro dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung terjadi tanpa melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Sel sel diinduksi langsung memnjadi embriogenik, hal ini dapat dikerjakan dengan menanam eksplam pada medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan sitokinin secara simultan. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa perlakuan heat shock pada daun chicorium hybrid 474, dapat menginduksi sel sel daun menjadi embriogenik. Padas el gametik (mikrospora)induksi menjadi embriogenik dilalkukan dengan memberikan stress. Stres dapat diberikan secara fisik dengan pemberian cold shock atau dengan heat shock, dapat juga dilakukan dengan khemis yaitu dengan mengkulturkan pada medium starvation(medium minimal yang hanya terdiri dari garam garam makro dan mannitol)atau dengan memberikan stress osmotic. Sel sel yang sudah terinduksi menjadi embriogenik adalah identik dengan zygot, sehingga dapat melanjutkan perubahannya menjadi embrio dan selanjutnya menjadi tanaman utuh.
Morfogenesis secara tidak langsung umumnya mengalami tahapan kalus terlebih dahulu. Kalus yang lunak jika di transfer ke dalam medium cair akan membentuk suspense sel yang aktif tumbuh. Kultur sel adalah kultur dengan menggunakan sel sebagai eksplan, eksplan berasal dari sel sel yang sudah mengalami dedeferensiasi(kalus). Kalus yang digunakan sebagai eksplan pada kultur sel disebut sebagai inokulum. Kultur seldipelihara di dalam medium cair yang diinkubasi dengan atau tanpa penggojokan. Jika proses dedeferensiasinya benar,maka gen genyang bertanggung jawab terhadap totipotensi akan berfungsi,pembelahan sel selnya menjadi terkendali, membentuk sel sel yang terorganisir(embryo).

Embrio yang terbentuk adalah dari sel sel somatik atau gametik dan bukan dari zygot, embrio demikian disebut sebagai embrio adventip prosesnya disebut embryogenesis somatic. Embrio selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh melalui proses yang identik dengan proses embryogenesis zygotik.
Teknik kultur jaringan yang semula ditujukan untuk penelitian dasar di bidang biologi, terutama pembuktian totipotensi sel, sekarang berkembang sedemikian pesatnya sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan keperluan yang lain terutama agrobisnis dan farmasi. Dalam bidang agrobisnis aplikasi yang nyata dari teknik kultur jaringan tumbuhan adalah dapat menekan biaya produksi karena dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu relative singkat, tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, tidak tergantung pada iklim, bebas hama dan penyakit sehingga dapat di transport kemana saja, melewati batas batas Negara, tanpa melalui proses karantina. Yang lebih penting lagi, karena merupakan perbanyakan vegetative, maka keturunannya akan sama dengan induknya. Survey yang dilaksanakan di negeri belanda menunjukkan, laboratorium mikropropagasi komersial pada tahun 1988 telah menghasilkan tanaman yang diperbanyak secara klonal sebanyak 65 juta sedangkan di Indonesia telah sangat membantu program hutan tanaman industry,pohon yang berhasil dikembangkan dengan metode ini antaralain jati dengan kemampuan multiplikasi 5-6 platelet atau dalam kurun waktu satu tahun dari satu eksplan dapat diperoleh sekitar 15 juta anakan.


Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar: