4 Jan 2008

WASPADAI LEPTOSPIROSIS

MUSIM HUJAN TETAP WASPADAI DEMAM BERDARAH

JANGAN LUPAKAN LEPTOSPIROSIS

Oleh:

Nurheti Yuliarti, drh

Alumni FKH UGM


Pada saat musim hujan seperti ini genangan air menjadi masalah tersendiri bagi kita semua. Banyaknya genangan air akan sering dipakai untuk sarang nyamuk bahkan untuk bertelur sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pada musim seperti ini kasus demam berdarah akan kembali meningkat. Untuk itu kita harus tetap mewaspadai penyakit ini, jangan biarkan adanya genangan air, singkirkan ban-ban bekas atau bahan-bahan lain yang bisa ditempati air, tutuplah tampungan air dan kuras bak mandi minimal seminggu sekali untuk menghindarkan dari penyakit demam berdarah.


Selain demam berdarah, ada satu jenis penyakit lagi yang sering merebak di musim hujan. Meskipun angkanya tidak sebesar demam berdarah namun penyakit ini harus kita waspadai dan kita cegah bersama pula. Penyakit ini biasa dikenal dengan leptospirosis. Leptospirosis adalah penyakit infeksis yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit ini dapat menyerang hewan maupun manusia dan merupakan salah satu penyakit zoonosis yang cukup diperhitungkan di berbagai negara di dunia. Leptospira disebabkan oleh bakteri patogen yang disebut leptospira. Organisme ini dapat menyerang kurang lebih 160 jenis mamalia mulai dari tikus, babi, anjing, kucing, sapi, dan berbagai jenis mamalia yang lain. Namun sumber penularan terpenting adalah tikus melalui air kencingnya



Mengapa kasus meningkat di musim hujan?

Air kencing hewan yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan penyakit ini pada hewan lain maupun manusia. Oleh karena itu kasus leptospirosis akan meningkat di musim hujan. Hal ini berkaitan dengan terbawanya bakteri leptospira dalam air kencing oleh air hujan sehingga akan menyebar ke berbagai tempat dan menularkannya pada hewan dan manusia. Banyaknya genangan air yang tercemar air kencing hewan penderita leptospirosis utamanya tikus yang banyak terdapat di lingkungan yang kotor atau sanitasi kurang terjaga dengan baik turut menyumbang tingginya kasus leptospirosis di Indonesia. Kejadian leptospirosis pada manusia paling banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan karena selokan banyak tercemar bakteri leptospira. Umumnya penularan lewat mulut dan tenggorokan sedikit karena bakteri ini tidak tahan terhadap lingkungan asam.


Penularan juga dapat terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan barang-barang yang telah tercemar air kencing penderita seperti alas kandang hewan, tanah, dan jaringan tubuh yang digugurkan. Leptospira akan masuk ke tubuh hewan atau manusis lewat luka terbuka maupun membran mukosa (selaput lendir) seperti selaput lendir mata (konjungtiva) atau selaput lendir pada saluran pencernaan. Infeksi mungkin saja terjadi apabila seekor hewan menggigit setelah dia menggigit benda-benda yang digugurkan (di abortuskan). Infeksi juga mungkin terjadi pada manusia atau hewan mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar bakteri leptospira di lingkungan.


Setelah bakteri masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, bakteri leptospira akan mengalami mutiplikasi(perbanyakan) di dalam darah dan jaringan. Hal tersebut disebut leptospiremia (penimbunan bakteri leptospira dalam darah). Yang akan menyebar pada berbagai bagian tubuh terutama pada ginjal dan hati. Setelah bakteri masuk ke ginjal maka akan menyerang ke bagian-bagian dalam ginjal (tubulus, dan saluran tubulus) dan akan menyebabkan peradangan ginjal (nephritis interstitialis) bahkan kematian jaringan pada ginjal (nekrosis tubulus). Ketika terjadi gagal ginjal semakin parah maka akan menyebabkan kerusakan ginjal pada bagian tubulus. Adanya hipovolemia karena dehidrasi (kekurangan cairan) dan dari perubahan permeabilitas kapiler juga akan memperparah gagal ginjal.


Gangguan pada hati juga terlihat pada kejadian leptospirosis dengan terjadinya kematian jaringan hati yang disebut nekrosis sntrolobuler, pada keadaan ini akan terjadi perbanyakan sel kupfer dalam hati. Leptosprosis juga dapat menyerang otot, menyebabkan edema, vocuolisasi myofibril, dan focal nekrosis. Muscular microcirculation akan merusak dan permeabilitas kapiler akan meningkat yang akan mengakibatkan kebocoran cairan dan sirkulasi hipovolemia. Pada kondisi berat akan menyebabkan radang pada pembuluh darah (vasculitic syndrome) dan akan menyebabkan kerusakan kapiler endotelium.


Leptospirosis pada hewan

Pada hewan, infeksi leptospira kadang tidak menimbulkan gejala klinis dalam arti hewan kesayangan kita akan tetap kelihatan namun sebenarnya dia sudah terserang penyakit tersebut. Kadag-kadang dapat diamati adanya gejala klinis seperti demam, ikterus (sakit kuning), Hemoglobinuria (keluarnya Hemoglobin lewat air kencing), gagal ginjal, gangguan kesuburan, keguguran, dan kadang-kadang dilanjutkan dengan kematian. Pada anjing bakteri ini akan menyerang segala umur dengan gejala yang tidak spesifik seperti demam, depresi, turunnya nafsu makan, dan dalam beberapa hari terjadi uremia yang ditandai dengan gejala dehidrasi (kekurangan cairan), muntah, luka pada mulut, dan sakit kuning apabila hati terserang cukup parah.


Setelah infeksi yang akut menyerang seekor hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh biasanya dalam tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri leptospira di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan melalui air kencing selama beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun dan selama itu pula hewan ini dapat menularkan leptospirosis kepada hewan lain ataupun manusia.


Leptospirosis pada manusia

Infeksi leptospirosis menunjukkan bermacam-macam gejala klinis yang kadang-kadang mirip dengan gejala pada penyakit lainnya. Oleh karena itu penyakit ini seringkali menimbulkan salah diagnosa. Sekitar 15-40% pasien yang terserang leptospirosis tidak menimbulkan gejala sakit dan dalam pemeriksaan serologis positif setelah terinfeksi leptospirosis. 15 % pekerja rumah potong hewan terserang penyakit ini. Masa inkubasi leptospirosis biasanya 7-12 hari (antara 2-20hari), pada pasien yang menunjukkan gejala penyakit ringan biasanya tidak mengalami jaundice (penyakit kuning) sedang 5-10% yang menderita leptospirosis berat akan menderita jaundice dan dia akan menunjukkan gejala yang disebut weil disease. Kejadian leptospirosis pada manusia secara alami terbagi menjadi 2 fase yakni septicemik dan imun. Dalam waktu singkat diantara kedua fase tersebut dia akan mengalami perbaikan.


Pencegahan dan pengobatan

Sumber utama penularan leptospirosis adalah air kencing dari anjing, kucing, dan tikus serta berbagai mamalia yang lain sehingga perlunya menjaga hygiene merupakan kunci pengendalian penyakit ini. Kebersihan lingkungan harus sangat diperhatikan sehingga tidak memungkinkan tikus merajalela, hindari banyaknya genangan air yang memungkinkan tercemar air kencing hewan penderita leptospirosis.


Selain itu bagi pemilik hewan atau penggemar hewan kesayangan cegah penularan dari air kencing hewan dengan selalu membersihkan diri dengan antiseptik setelah melakukan kontak dengan hewan kesayangan maupun kandang dan lingkungan dimana hewan berada, kandang dan lingkungan sekitar hewan kesayangan juga harus dibersihkan secara rutin disertai dengan desinfeksi. Bila perlu dilakukan vaksinasi secara teratur setiap tahun untuk orang yang beresiko tinggi terserang seperti dokter hewan, pemilik hewan kesayangan dan keluarganya, serta pekerja yang bertugas membersihkan selokan. Infeksi pada hewan dapat di kontrol dengan sanitasi yang baik, mencakup sanitasi kandang maupun lingkungan, vaksinasi dan kontrol kesehatan yang rutin ke dokter hewan


Sebenarnya pengobatan Leptospirosis tidaklah terlalu sulit. Untuk kasus yang ringan dapat diobati dengan doksisiklin, ampicillin, atau amoksisillin sedang leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penicillin G, namun juga bisa menggunakan ampicillin, amoksisillin, dan eritromisin.



Tidak ada komentar: